Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai daerah tangkapan air berperan penting dalam menjaga kelestarian sumber air yang menyediakan kebutuhan air bagi manusia. Selain berkontribusi terhadap kualitas air, DAS berperan dalam mencegah banjir di saat hujan dan kekeringan serta mengurangi aliran massa (tanah) dari hulu ke hilir.
Mengingat peran penting tersebut, DAS perlu dikelola secara berkelanjutan agar memberikan kemanfaatan secara seimbang antara aspek ekologi dan ekonomi. Peningkatan pengelolaan DAS sangat diperlukan sebagai suatu bagian penting dalam proses pembangunan di suatu wilayah, termasuk di Indonesia dengan luasan DAS yang mencapai 189 juta hektare.
Dr. Muchamad Saparis Soedarjanto, S.Si., M.T, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai, Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, menegaskan pentingnya pengelolaan DAS bagi penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood). Dengan memperhatikan potensi sumber daya, intensitas pemanfaatannya serta implikasi yang ditimbulkan maka penghidupan berkelanjutan harus menjadi “jiwa” penyelenggaraan pengelolaan sumber daya DAS.
“Di balik kekayaan sumber daya kita yang kita miliki, ada kondisi rentan yang menghadang, seperti bencana longsor, erosi, dan banjir, dimana alam hanya mencari kestabilan semata,” ujarnya saat menjadi salah satu narasumber webinar bertema Edukasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Investasi Jangka Panjang Indonesia yang diselenggarakan Fakultas Geografi UGM, Sabtu (18/7).
Oleh karena itu, menurutnya, pengelolaan DAS saat ini menjadi tantangan tersendiri. Berbagai pihak terkait diharapkan membuat upaya-upaya edukasi agar geliat alam untuk mencapai kestabilan baru tidak terjadi.
Menurutnya, mainstreaming DAS sekarang masih mengalami hambatan dan tantangan karena dipandang cenderung imajiner, padahal sebenarnya cukup nyata. Beberapa persoalan kadang masih terbatas dan hanya di lingkup akademik dan lingkup lembaga yang mengurusi DAS.
“Untuk itu, perlu ada semacam formulasi rajutan-rajutan kelembagaan agar mengarah pada tata kelola yang baik. Meski berbagai instrumen perencanaan sudah didesain, termasuk matriks pembagian tugas dan alur koordinasi, tetapi masih belum optimal saat diimplementasikan,” ucapnya.
Saparis menambahkan beberapa hal yang perlu diperbaiki antara lain dalam menyamakan persepsi masyarakat terkait pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, soal pengembangan kurikulum lanjutan yang menggabungkan pengelolaan DAS dengan sektor kesehatan dan karakter penghidupan masyarakat yang harus disesuaikan dengan sumber daya alam yang tersedia.
“Perlu investasi infrastruktur yang tepat, rekomendasi ilmiah yang meminimalkan dampak perlu dikembangkan, serta kearifan lokal dalam pengelolaan DAS yang perlu dipertahankan. Pekerjaan rumah kita bersama adalah bagaimana mewariskan bumi dalam kondisi yang lebih baik kepada generasi yang mendatang,” paparnya.
Kegiatan webinar dalam rangka Dies Natalis ke-57 Fakultas Geografi UGM diikuti sekitar 400 peserta berasal dari 34 provinsi di Indonesia. Mereka adalah para akademisi dosen, guru besar, guru SMA/MAN/STKIP, peneliti, mahasiswa, dan perwakilan instansi pemerintah pusat dan daerah, swasta, LSM, pelaku usaha bisnis, serta media.
Beberapa penelitian pernah dilakukan terkait dampak dari pengelolaan alam yang tidak sesuai dengan dinamika sumber daya alam. Bahkan, sebagian dari penelitian tersebut menyebut beberapa peradaban telah hilang atau musnah akibat pengelolaan alam yang tidak benar.
Prof. Dr.rer.nat. Muh Aris Marfai, S.Si., M.Sc., Dekan Fakultas Geografi UGM, yang juga menjadi narasumber sekaligus pakar di bidang geomorfologi kebencanaan memberi contoh apa yang terjadi di Desa Sayung, Demak, Jawa Tengah. Di daerah tersebut, beberapa area yang semula merupakan permukiman kini seluruhnya telah tergenang permanen sebagai dampak dari kegagalan pengelolaan sumber daya alam.
Tidak hanya di Indonesia, permasalahan serupa juga terjadi di luar negeri. Di luar negeri juga menghadapi permasalahan yang sama terkait dengan pengelolaan lingkungan.
“Kita lihat Haiti dan Dominika, yang dulu merupakan negara yang cukup kaya. Namun, pengelolaan lahan yang keliru menyebabkan kerusakan lahan dan menyebabkan produktivitas tanah menjadi jauh berkurang,” terang Aris.
Terkait DAS, Aris mengungkapkan diperlukan kehadiran lebih banyak penyuluh/edukator untuk membumikan apa yang menjadi tujuan-tujuan dari perbaikan pengelolaan DAS. Dengan memperhatikan kompleksitas pengelolaan DAS maka pusat-pusat kajian dan pengetahuan tentang pengelolaan DAS perlu untuk dikembangkan dan ditambah.
“Center of knowledge pengelolaan DAS diperlukan di banyak tempat di Indonesia. Pendidikan tinggi dengan program pengelolaan DAS diperlukan untuk mencetak pengetahuan-pengetahuan yang lebih banyak, lebih detail dan memberikan manfaat pada pembangunan wilayah,” imbuhnya.
Plt. Kepala Pusat Diklat SDM LHK, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Ir. Mariana Lubis, MM menambahkan dalam pengelolaan DAS di Indonesia diperlukan sumber daya manusia dengan kompetensi yang memadai. Mengupas soal kebutuhan kompetensi SDM di tataran pemerintah, ia menilai ada beberapa persoalan terkait kondisi dan tantangan pengembangan SDM, baik aparatur maupun non aparatur.
Salah satunya adalah kesulitan dalam memenuhi jumlah jam pelajaran per tahun terkait hak peningkatan kompetensi ASN. Wilayah layanan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke menjadi tantangan tersediri untuk pengembangan SDM LHK.
Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan SDM LHK salah satu strategi pengembangan yang kemudian dilakukan adalah pelatihan pengelolaan DAS dengan cara melibatkan metodologi pembelajaran jarak jauh secara elektronik.
“Implementasi e-Learning yang ditawarkan oleh KLHK ini membuka kesempatan belajar yang lebih luas karena tidak dibatasi waktu dan tempat untuk belajar. Sejumlah program pelatihan pendukung yang telah disediakan oleh KLHK yakni Pelatihan SIG berbasis ponsel, penyusunan rencana pengelolaan hutan, pelatihan resolusi konflik SDA, pelatihan teknik konservasi tanah dan air, serta pemberdayaan kelembagaan masyarakat,” katanya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : antaresenergi.com
Sumber: https://ugm.ac.id/id/berita/19775-pusat-pusat-kajian-das-perlu-dikembangkan